Opini

Sang Senator, Konten dan Ciutannya

×

Sang Senator, Konten dan Ciutannya

Sebarkan artikel ini
Desain Jembatan Buton Muna. (Foto : Istimewa)

Penulis : Aan Sang Pengelana

Opini – Beberapa minggu terakhir kita disuguhkan dengan konten-konten Anggota DPD yang mengklaim bahwa Jembatan Buton Muna (Tona) dianggarkan masa pemerintahan Pj. Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto.

Kritikan keras dialamatkan Sang DPD Konten bernama Umar Bonte bahwa realisasi jembatan yang menghubungkan Pulau Muna dengan Pulau Buton adalah hasil kerja keras Andap. Benarkah ? Atau kebohongan yang dibungkus pencitraan Si Bonte sebagai putra Sultra hebat dan maha tahu dan tempe. Bahkan lebih lucu lagi nama mantan Gubernur Nur Alam disebut sebagai penggagas. Benarkah?

Yuk kita telisik…. Jika benar harusnya Bonte (sapaan lebih cocok) memberikan data dan fakta, bukan omong-omong dan omong doank.
Ini fakta … Silakan dibuktikan di lembar keuangan BPKAD dan lembar perencanaan Bappeda. Atau silakan masyarakat membuka program dan usulan kegiatan Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya dan Dinas PUPR Provinsi Sultra.

Bagaimana faktanya?

Jembatan Tona sebetulnya sejak Gubernur Sultra, La Ode Kaimuddin sudah menggagas namun belum terealisasi karena kebijakan anggaran dari pemerintah pusat belum berpihak. Satu dekade, Pemkot Bau-Bau telah menyelesaikan Fisibility Study Jembatan Tona, namun kemudian mandek.

Di tahun 2019, Legislator asal Sultra menggagas untuk percepatan Pembangunan Jembatan Tona. Bahkan dalam beberapa pertemuan, Legislator Ridwan Bae, berangan-angan menyambung Pulau Muna dengan daratan Konsel. Impiannya, Sultra ke depan menjadi daerah yang tidak lagi terpisahkan lautan.

Gagasan tersebut disambut Kepala Balitbang ketika itu, Dr. Sukanto Toding, MSP., MA., yang kemudian menganggarkan biaya penelitian sosial ekonomi dan teknis jembatan tersebut. Kemudian terbentuklah tim yang diketuai Dr. Bahtiar dan Dr. Romi Tamburaka. Dalam tim tersebut, Romi dan kawan-kawan menjadi peneliti teknis jembatan Tona sementara Dr. Bahtiar dan kawan-kawan lainnya sebagai peneliti di bidang sosial dan ekonomi.

Pelaksanaan penelitian ini menindaklanjuti mandeknya program Pemkot Bau-Bau untuk Pembangunan Jembatan Tona. Romi akan mengiris aspek teknis jembatan, konon tidak terbangun karena kedalaman palung dan kekuatan arus di Selat Tona sangat dalam (di atas 100 meter) dan kekuatan arus sehingga untuk membangun Jembatan Tona dengan menggunakan kaki-kaki seperti jembatan Teluk Kendari, tidak memungkinkan. Apalagi selat tersebut lalulintas kapal Pelni dan kapal besar lainnya. Begitu juga dari aspek sosial ekonomi karena dalam Fisibilty study sebelumnya belum menyisir sosial ekonomi. Selama enam bulan dilakukan riset, berkolaborasi dengan Pemkot Bau-bau dan Pemda Buteng dihasilkan sebagai berikut :

BACA JUGA:  Kampanye di Butur, Hugua Terima Keluhan Jaringan Internet Hingga Kesulitan Air Bersih

Mengubah Jembatan Tona dari memakai kaki-kaki kemudian menjadi Jembatanm Gantung atau layang.

Titik nol pembangunan Jembatan Tona di Kabupaten Buton Tengah (Buteng) dan Kota Bau-Bau hasil pendalaman tim PUPR Jakarta dianggap memiki batuan rapuh sehingga dipindah titik nolnya (tetap di Kelurahan Lea-Lea) namun digeser ke kanan (ada dalam desain gambar yang disimpang Balitbang Prov.). Sementara di Kabupaten Buteng dipindahkan dekat Makam leluhur yang dihormati yakni angia Wambula. Aspek ekonomi dan sosial disimpulkan sangat membantu kemudahan dan akses berusaha baik petani, pekebun dan pedangan di Kota Bau-Bau, Buton, Busel maupun Buton Tengah, Muna Barat dan Muna.

Hasil ini kemudian ditindaklanjuti di Kementerian PUPR dan dijanjikan akan menjadi program prioritas nasional. Dan saat itu Ridwan Bae berjanji akan tetap ,mengawal. Selama dua tahun vakum dikarenakan Covid 19 (itu juga salah satu indikator terhambatnya penganggaran) maka tahun 2021, Ali Mazi, Gubernur Sultra ketika itu, menghangatkan kembali isu tersebut. Bahkan saat itu, Ali Mazi, didampimgi Walikota Bau-Bau dan Bupati Buton serta perwakilan Kementerian PUPR meninjau lokasi tersebut. Bahkan isu tersebut disampaikan ke Menteri Bahlil ketika mengungjungi Kepulauan Buton.

Namun setelah tahun 2021, rencana pembangunan Jembatan Tona vakum ditelan Bumi. Bahkan masa Andap sebagai Pj. Gubernur sama sekali tidak pernah disinggung. Makanya, aneh bin Ajaib, Umar Bonte koar-koar dan mengatakan Andap yang usulkan.

BACA JUGA:  Dukungan Warga Terus Mengalir Untuk Paslon ASR-Hugua di Kabupaten Muna Barat

Nah, isu pembangunan Jembatan Tona ini kemudian ditangkap oleh Gubernur Sultra, 2025 – 2030. Andi Sumangerukka ketika menerima keluhan masyarakat pentingnya jembatan tersebut. Begitu juga konsultasi beberapa kepala daerah di pulau Buton dalam beberapa kunjungan kerja. ASR (sapaan akrab) melakukan Langkah-langkah konkret, negosiasi dan konsultasi di Jakarta dilaksanakan berulang-ulang. Isu-isu terkait Jembatan Tona disampaikan di level kementrian ketika ASR koordinasi di Jakarta.

Buahnya adalah langkah nyata ASR, yang kemudian bisa mendatangkan Menteri PUPR untuk meninjau langsung lokasi Pembangunan Jembatan Tona. Sekali lagi… negosiasi ulung ASR kemudian mendatangkan sang Menteri ke titik nol Jembatan Tona. Menteri tidak datang sendiri, ditemani Dirjen teknis, legislator asal Sultra, Ridwan Bae dan Ali Mazi. Dan akhirnya di titik nol, Menteri PUPR menginstruksikan agar 2026 anggaran pembangunan jembatan telah dianggarkan.

Sekarang tanya Umar Bonte, apa yang sudah diberikan atau andilnya selama di DPD RI? Wa Ode Rabiah jelas telah membantu dengan sejumlah program jelas kepada masyarakat. Rusda Mahmud demikian dan bahkan telah berinisiatif membantu pemekaran Kepulauan Buton.

Pantaskah kita percaya opini-opini yang disampaikan Bonte yang mengandung ucapan kebencian dan hoaks. Masih pantaskah kita percaya dia. Jangan terhasut dengan kritikannya tapi minta dia buktikan dan beri solusi dari kritikannya. Misalnya, anggaran pembangunan jalan di Muna yang diefisiensi, bukan hanya Muna tapi semua anggaran PUPR di Kabupaten ditarik.

Mari telisik semua kontennya… yang ada hanya hasutan, konten jualan online dan konten aneh-aneh yang sebetulnya tidak pantas dilakoni seorang Senator Nasional. Mari contoh cara Bahtra, Rusda Mahmud, Rabiah, Ridwan Bae yang sedikit bicara tapi banyak kerja demi masyarakat Sulawesi Tenggara. (*)